Kkarena dia sangat cekatan, selalu dengan mudah dapat menangkap kadal di pohon, kupu kupu dan jenis serangga lainnya, juga dapat berbagi kesenangan bermain dengan teman-teman.
Oleh sebab itu, meskipun Xiao Xiang tidak pernah mengerjakan PR dan merupakan seorang murid yang bermasalah, namun teman-teman sekolahnya tetap saja sangat senang terhadapnya.
Kala itu dimusim panas, saya menjabat sebagai wali kelas di kelas III SD tersebut. Saya yang adalah seorang periang, bersemangat dan penuh perhatian, dengan cepat sudah dapat berbaur dengan murid seluruh kelas.
Para murid sangat akrab denganku, pada saat istirahat mereka senang berada di sisiku, membantu aku memeriksa kesalahan PR murid, sambil menceritakan kehidupan mereka di rumah, dan serba-serbi kegiatan mereka bersama orang tuanya.
Waktu itu saya sering mengadakan sebuah permain dengan mereka yang disebut “ini tulisan siapa”. Permainan tersebut baru berlangsung beberapa hari, mereka menemukan bahwa saya sudah bisa mengidentifikasi tanpa kesalahan semua tulisan murid satu kelas yang berjumlah 16 orang. Mereka mencoba dengan segala cara untuk dapat mengalahkanku, bahkan dengan sengaja mengubah gaya tulisan tangan mereka. Namun meskipun mereka telah menggunakan cara-cara yang beraneka-ragam, dengan penuh harapan berpikir kali ini pasti bisa mengalahkanku, aku telah menguasai karakter tulisan mereka, oleh karena itu aku selalu dapat menebak dengan tepat. Walaupun tantangan para murid gagal, namun dalam hati mereka sangat gembira, karena mereka merasa aku benar-benar memahami mereka.
Ajar mengajar antara guru dan murid berlangsung dalam suasana yang begitu menyenangkan, dilalui dengan pemahaman dari hati ke hati. Namun ada satu hal yang selalu menjadi ganjaran dihatiku, yakni Xiao Xiang pada dasarnya bagaikan tamu di kelas, dia sama sekali tidak pernah membuat PR, saat istirahat, juga tidak pernah datang berbicara denganku. Kemudian aku mencari tahu, ternyata Xiao Xiang hanya mempunyai orang tua tunggal, seorang anak yang bukan dibesarkan oleh orang tua, sekarang ia tinggal bersama kakek dan neneknya di desa, dia datang ke sekolah dengan menumpang kendaraan umum yang frekwensi rutenya hanya dua kali sehari. karena kedua orang tuanya melahirkan dia pada usia remaja, saat itu mereka masih berupa dua anak remaja yang belum pernah terjun ke masyarakat, belum berpengalaman namun sudah menjadi orang tua, sehingga akhirnya memicu pada perceraian. Ayahnya telah lama pergi bekerja di luar kota.
Aku mulai memikirkan bagaimana caranya untuk membuka hati Xiao Xiang, dan teringat olehku sebuah kalimat pendidikan psikologi: kebalikan dari sayang bukan benci, namun adalah ketidakpedulian, terabaikan. Aku berjanji akan membuat Xiao Xiang tahu bahwa aku sangat memperhatikannya. Saat bertemu dia, aku menyapanya: “Xiao Xiang, hari ini kau sudah gunting rambut ya ?” dan aku mengelus-elus kepala Xiao Xiang, Xiao Xiang terbengong sejenak, mengangguk-anggukkan kepalanya lalu berlari pergi. “Xiao Xiang, kau pakai sepatu baru ya ?” Dengan penuh perhatian aku menepuk-nepuk pundaknya, dia tersenyum, kemudian berlari pergi dengan bangga. “Xiao Xiang, tenagamu sangat besar!” Aku memuji dan menyampaikan padanya, dengan percaya diri dia berlari menuju lapangan olahraga.
Aku dengan inisiatif berkomunikasi dengan Xiao Xiang, dan setiap hari memberitahu padanya suatu hal baru yang aku temukan pada dirinya. Sangat heran sekali, pada saat istirahat, dia sudah tidak segera berlari keluar ruang kelas, tapi dia bersama dengan murid lainnya akan mendekat kesampingku dan tersenyum melihat aku berbincang-bincang dengan teman-temannya, kemudian barulah dengan cepat berlari menuju lapangan. Kadang kala Xiao Xiang sengaja mendekatiku, berharap aku memperhatikannya. Tapi dia tetap seperti semula, tidak pernah membuat PR.
Suatu hari, aku sengaja tidak mempedulikannya, untuk melihat apa tanggapannya. Benar juga, Xiao Xiang terlihat sedikit tidak tenang. Aku merasa sudah tiba saatnya, waktu pelajaran kedua dimulai, aku dengan nada serius menyuruhnya naik ke podium dan menegurnya: “kamu tahu tidak? Tulisan semua murid di kelas sudah aku kenali, kecuali kamu. Aku tidak mengenali tulisanmu karena kamu tidak pernah membuat PR, bagaimana aku sebagai guru bisa mengenalinya?” Mata Xiao Xiang langsung merah, setelah selesai bicara aku menyuruhnya kembali ke tempat duduk, dan dalam satu mata pelajaran, aku sama sekali tidak memandangnya.
Keesokan harinya, saat istirahat, Xiao Xiang datang kesampingku dan melihatku mengoreksi PR. Aku menyapanya: “apakah kamu mau mencoba? bawalah buku kamu kemari”. Xiao Xiang kembali ketempat duduk mengambil sebuah buku dan berikan padaku . Aku berkata: “asalkan kamu menulisnya separoh halaman sudah cukup”. Aku mencoret bagian bawah halaman tersebut, dengan sangat gembira dia mengganggukkan kepala, buku itu ditaruh kembali ke bangku, lalu dia pergi keluar bermain. Keesokan harinya Xiao Xiang akhirnya membawa PR yang sudah dia kerjakan. Aku sangat gembira membuka melihat hasilnya, tulisanya semua berdempetan, benar benar sangat jelek. Aku segera membuat sebuah tanda V besar (pertanda bagus sekali) diatas tulisan, kemudian melingkari 2-3 huruf diantaranya. Lalu berkata padanya: “tiga huruf ini sangat bagus, kamu coba hapus semua tulisan yang ada disekitarnya, lihat apakah kamu dapat menulis berikutnya seindah huruf tersebut?” Xiao Xiang dengan sangat gembira kembali ke tempat duduk dan menulis berikutnya.
Di kemudian hari masih ada cerita yang sangat panjang berkaitan dengan perubahan Xiao Xiang. Dengan demikianlah, Xiao Xiang secara bertahap mulai masuk ke jalur belajar yang benar. (Erabaru/akw)
No comments:
Post a Comment