Total Pageviews

Jan 7, 2011

Dua butir telur ayam



2 Butir Telur
2 Butir Telur
Di tahun 1976 saya mengajar di sebuah sekolah SMP di sebuah desa kecil. Kala itu, uang bulanan uang sekolahnya hanya 4-5 Yuan, tetapi pada saat itu uang senilai itu merupakan pengeluaran yang cukup besar bagi petani miskin.
Pada saat kurikulum baru kebanyakan dari mereka setelah membayar uang buku mereka tidak memiliki uang lagi untuk membayar uang sekolah bulanan.  Yushi adalah seorang pelajar di kelas saya, keadaan ekonomi rumahnya sangat memprihatinkan, ibunya yang sepanjang tahun sakit-sakitan,  kehidupan sehari-hari mereka hanya tergantung kepada 2 ekor ayam betina yang bertelur. 1 btr telur ayam hanya seharga beberapa sen, beberapa butir telur dikumpulkan akan ditukar dengan kebutuhan sehari-hari seperti garam, minyak, dan sayur mayur. Pada saat itu setiap rumah hanya diperbolehkan pemerintah memelihara 2 ekor ayam lebih dari itu akan didenda.
Pada saat kurikulum baru, Yushi tidak bisa membayar uang sekolah, oleh sebab itu setiap akhir bulan petugas administrasi selalu mendesaknya membayar uang sekolah, uang tersebut berasal dari penjualan telur, setiap bulan dia pasti punya sisa hutang uang sekolah, pada akhir tahun dia didesak harus menyelesaikan semua sisa hutangnya.
Pada akhir tahun cuaca sangat dingin, turun salju, ketika berada dalam kelas, saya mendekati Yushi dengan berbisik bertanya kepadanya : Yushi, uang sekolahnya sudah ada?” Dia dengan ramah mengangguk kepalanya, dari tas sekolahnya dia mengeluarkan 2 butir telur ayam dan berkata :”Setelah pulang sekolah , saya akan pergi kepasar menjual 2 butir telur ayam ini, tetapi masih kurang beberapa Yuan, bisakah guru membantu saya mengatakan kepada bagian administrasi sisanya ditunda satu dua hari lagi?, setelah ayam bertelur lagi saya akan melunasi seluruhnya.” Dengan terbata-bata dia berkata :”Cuaca sangat dingin dan turun salju, ayamnya tidak ada makanan, sehingga tidak bisa bertelur,.” Memandang kedua telapak tangan Yushi yang merah sedang memegang 2 butir telur ayam, air mata saya hampir mengalir, saya cepat mengangkat kepala saya memandang keluar jendela diluar sana salju turun dengan deras seluruhnya terlihat putih, otak saya pada saat itu juga terasa kosong, setelah beberapa saat saya tersadar kembali. Jarak dari sekolah ke pasar lumayan jauh, jalanan sedang licin, kalau tidak berhati-hati bisa jatuh dan telur ayam bisa pecah, tanpa berpikir panjang saya mengambil 2 butir telur dari tangan Yushi dan berkata kepadanya :”2 butir telur ini saya beli saja, nanti saya akan membayar uang sekolahmu.” Pada saat itu lonceng istirahat berbunyi, Yushi dengan muka merah berkata :”Guru, bagaimana bisa menyuruh guru membayar…..?”
Pada siang hari saya membawa 2 butir telur ayam ini kekantin merebusnya, saya memakan satu butir sisa satu butir saya sisakan untuk Yushi. Yushi menolak menerimanya, setelah saya bujuk akhirnya dia berkata :”Guru, terima kasih atas kebaikanmu, telur yang satu butir ini akan saya bawa pulang untuk dimakan mama saya yang sedang sakit, bolehkah Guru?” Memandang kepada anak yang berbakti ini saya tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, saya hanya bisa menganggukkan kepala menyetujuinya.
Tahun lalu, saya kembali ke sekolah untuk reuni sekolah, saya tidak ketemu dengan Yushi, ada yang mengatakan dia sedang bekerja disebuah peternakan yang besar di luar kota, ada yang berkata dia sudah menjadi pengusaha telur di luar kota.
Walaupun tidak mendapat kabar yang jelas, tetapi saya cukup terhibur. Yushi apakah engkau baik-baik saja sekarang? (Erabaru/hui)

No comments:

Post a Comment