Total Pageviews

Aug 31, 2011

Mengendalikan Emosi

Suatu hari suasana seorang gadis kecil sangat buruk. Dia melampiaskan frustasinya kepada adik laki-lakinya dengan menarik rambutnya serta menendang tulang keringnya. Akhirnya, dia memukul juga. Anak laki-laki tersebut sanggup menahan semua perlakuan itu, bahkan ketika dia dipukuli sampai ketika tulang keringnya mulai ditendang. Ini menyakitkan. Dan, sambil menangis dia datang kepada ibunya dengan mengeluhkan perlakuan kakaknya.

Ibunya menghampiri gadis kecil tadi sambil berkata, "Cici, mengapa engkau mengizinkan iblis menaruh keinginannya dalam hatimu untuk menarik rambut adikmu serta menendang tulang keringnya ?"

Gadis kecil itu berfikir sesaat dan kemudian menjawab "Ibu, mungkin iblis menyuruh saya menarik rambut Tommy... tetapi menendang tulang keringnya adalah ide saya sendiri.”

Segala yang jahat di bumi ini tidak selalu berasal dari pengaruh setan. Kebanyakan malah datang dari hati manusia. Kemarahan, perasaan benci, serta frustasi bergantung pada kehendak kita sendiri. Kita dapat memilih bagaimana kita menanggapi perasaan tertekan atas prilaku orang lain. Yang harus kita lakukan adalah MENGENDALIKAN EMOSI KITA, sebab jikalau tidak, emosilah yang akan mengendalikan kita dengan semena-mena.

“Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar.” ~ Amsal 14 : 17
Sumber : Email forward

Aug 23, 2011

Dunia Akan Ideal Dalam Pengampunan

Adam Zielinski adalah seorang mahasiswa yang dekat dengan dosennya sendiri, Karol Wojtyla, saat ia masih kuliah di sebuah universitas di Polandia. Karol sama sekali tidak menyadari bahwa Adam adalah mata-mata yang dikirm Partai Komunis di pemerintahan Polandia pasca rezim Nazi, untuk mencari-cari kesalahan agar dapat menangkap dirinya. Namun sepanjang menjalankan tugasnya, Adam sama sekali tidak menemukan hal-hal yang dapat dipergunakannya sebagai bukti untuk menjadikan dosennya sebagai tersangka dalam keadaan politik yang belum menentu di negara itu. Sebaliknya, Adam justru semakin mengenal Karol sebagai hamba Tuhan yang sungguh-sungguh mendedikasikan hidupnya untuk Tuhan, juga bagi bangsa dan negaranya. Akhirnya Adam memutuskan untuk meminta maaf di hadapan dosennya itu.
Melihat dan mendengar pengakuan Adam, yang mengakui segala kesalahannya dengan hancur hati, Karol hanya mengatakan, “Jika engkau telah melakukan kesalahan, maka engkau sudah membayar untuk hal itu.” Maksud dari pernyataan itu adalah rasa penyesalan yang diungkapkannya dengan sungguh-sunguh sudah cukup untuk membayar kesalahan yang dilakukannya. Karol begitu mudahnya mengampuni Adam. Ia bahkan tidak bertanya mengapa muridnya tega melakukan hal itu. Tak ada perasaan jengkel maupun dendam dirasakan olehnya. Adam tak pernah sekalipun menduga bahwa gurunya akan dengan begitu mudahnya memberikan maaf dan ampunan kepada dirinya. Padahal selama ini dialah yang menyebabkan beragam kesulitan dialami gurunya akibat tekanan dari partai komunis. Apa kunci yang membuat Karol sangat mudah mengampuni Adam? Kuncinya hanya satu, harga dari jiwa yang menyesal itu jauh lebih mahal, dan rasa dendam  sama sekali tidak sebanding dengan indahnya pertobatan.

Kisah ini merupakan salah satu kisah yang diceritakan dalam film "Karol: A Man Who Became Pope", kisah hidup Pope John Paul II, yang diperankan sangat bagus oleh aktor Polandia Piotr Adamczyk. Dan juga musik latar yang bagus dari salah satu komposer terbaik Ennio Morricone. Dan film ini cocok sebagai wujud penghormatan bagi salah seorang pemimpin terbaik Gereja, bahkan salah seorang pemimpin terbaik dunia, yang banyak kita kenal keteladanan pribadinya.

Ketika sudah menjadi Paus, ia juga melakukan pengampunan yang dicatat dalam sejarah. Seorang pemuda Turki Mehmet Ali Agca pada 13 Mei 1981, menembaknya di lapangan Santo Petrus. Setelah sembuh dari lukanya, ia bergegas menemui pemuda itu. Ia merangkul dan memaafkan orang yang berniat membunuhnya itu.

Seandainya setiap orang mengampuni sesamanya seperti ia mengampuni dirinya sendiri, kita tentu akan mempunyai dunia yang ideal. (Peter Sirius)
Sumber : motivasi keeboo corp

11 Kata Mutiara Perenungan

1. Doa bukanlah “ban serep” yang dapat Anda pergunakan ketika berada dalam masalah, namun doa merupakan “kemudi” yang menunjukkan arah yang tepat.
2. Kenapa kaca depan mobil sangat besar dan kaca spion begitu kecil? Karena masa lalu kita tidak sepenting masa depan kita. Jadi, pandanglah ke depan dan teruslah maju.

3. Pertemanan itu seperti sebuah buku. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membakarnya, tapi butuh waktu tahunan untuk menulisnya.

4. Semua hal dalam hidup adalah sementara. Jika berlangsung baik, nikmatilah karena tidak akan bertahan selamanya. Jika berlangsung tidak seperti yang kita harapkan, jangan kuatir karena hal itu juga tidak akan bertahan lama.

5. Teman lama adalah emas! Teman baru adalah berlian! Jika Anda kamu mendapat sebuah berlian, jangan lupakan emas! Karena untuk mempertahankan sebuah berlian, Anda selalu memerlukan dasar emas.

6. Seringkali ketika kita hilang harapan dan berpikir ini adalah akhir dari segalanya, Tuhan tersenyum dari atas dan berkata, “Tenang anak-Ku, itu hanyalah belokan, bukan akhir dari segalanya!”

7. Ketika Tuhan memecahkan masalah Anda, Anda memiliki kepercayaan pada kemampuan-Nya; Namun ketika Tuhan TIDAK memecahkan masalah Anda, Dia memiliki kepercayaan pada kemampuan Anda. Anda pasti bisa mengatasinya!

8. Seorang buta bertanya pada seorang Guru, “Apakah ada yang lebih buruk daripada kehilangan penglihatan mata?” Dia menjawab, “Ya ada, kehilangan visi!” Miliki visi dalam hidup Anda dan teruslah melangkah dengan visi itu.

9. Ketika Anda berdoa untuk orang lain, Tuhan mendengarkan Anda dan memberkati mereka, dan terkadang, ketika Anda aman dan bahagia, ingat bahwa seseorang telah mendoakan Anda.

10. Kuatir tidak akan menghilangkan masalah di hari esok, hanya akan menghilangkan kedamaian di hari ini.

11. Jawaban doa dari Tuhan tidak selalu “Yes”, tetapi terkadang “No” dengan lanjutan “Bukan itu yang terbaik untukmu..... Aku memiliki rencana yang lebih baik bagimu.”

Sumber : Berbagai Sumber

Jul 4, 2011

Saya Punya Problem Rambut

Rambut saya kering, bercabang dan rontok. Meskipun terus tumbuh rambut baru, saya takut kalau nanti sudah tua akan botak. Yah, problem rambut ini terjadi karena rambut saya sering dipermak. Dikeriting 2 kali, diluruskan lagi 2 kali, tapi tidak pernah benar-benar dirawat. Salah sendiri!

Selain itu, saya juga sering menarik-narik rambut bercabang saya.
Gatal melihatnya. Jadi saya seringkali memperhatikan kerusakan rambut saya tanpa berusaha mengobatinya.
Tiba-tiba saya ingat sesuatu. Di Alkitab Tuhan bicara soal rambut.

Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. - Matius 10:30

Kalau Tuhan hitung berapa helai jumlah rambut saya, berarti Dia tahu berapa helai yang rontok per harinya. Kata Alkitab lagi, burung pipit tidak akan jatuh tanpa seijin Tuhan, berarti SEMUA hal terjadi atas seijin Tuhan. Termasuk kerontokan rambut saya. Termasuk kering dan pecah-pecahnya rambut saya.

Dia ijinkan itu terjadi.

Kalaupun saya tanya, "KENAPA TUHAN, KENAPA RAMBUTKU RUSAK? ENGKAU TIDAK ADIL MEMBIARKAN RAMBUTKU RUSAK BEGINI!" Orang-orang pasti bilang saya sinting. Salah sendiri, mau cantik tapi tidak mau merawat.

Kalau dipikir-pikir, persis dengan kehidupan ini. Sebelumnya saya tidak berhenti bertanya kenapa mama bunuh diri dan Tuhan ijinkan, kenapa banyak hal buruk – padahal Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan atas manusia – Tuhan ijinkan terjadi? Kenapa Tuhan biarkan rambut saya rontok?

Hmph, saya jadi ingin tertawa sendiri. Masalah rambut rontok ini salah sendiri, bukan salah Tuhan. Saya yang mau rambut saya dikeriting. Saya juga yang memilih untuk tidak merawatnya. KENAPA TUHAN IJINKAN? Tepatnya, KENAPA SAYA IJINKAN? Kadang hal-hal yang menjadi free will saya kaitkan dengan kehendak mutlak Tuhan.

Dua macam kehendak, kehendak yang diijinkan Tuhan, dan kehendak Tuhan yang mutlak. Kadang saya menyatukan keduanya dengan semena-mena lalu menyalahkan Tuhan akibat dari kehendak saya sendiri. Misalnya saya bertanya, "Hari ini aku pake baju apa ya, Tuhan? Baju koko atau rok mini?" "Warnanya apa, Tuhan? Merah hoki gak buat hari Kamis?" KAMU PIKIR TUHAN ITU APA? Cenayang? Pakar kecantikan? Guru Fengshui?

Pertanyaan-pertanyaan itu bisa dijawab sendiri dengan akal sehat. Misalnya pergi malam-malam pakai rok super ketat lalu disuitin abang-abang, ‘kan salah sendiri. Misalnya lagi, si mama depresi lalu bunuh diri, salahnya sendiri juga. Orang bisa bahagia atau tidak itu pilihannya sendiri, tidak peduli seberapa terpuruknya keadaan yang ada.

Nah, kembali ke masalah rambut rontok, tidak ada satu helai pun rambut saya yang rontok tanpa seijin Tuhan. Berarti kalau Tuhan mengijinkan rambut saya rontok, saya harus berbuat sesuatu terhadap kesalahan saya yang tidak merawat rambut. Sama juga dengan kenapa Tuhan mengijinkan adanya kesalahan-kesalahan yang dibuat manusia terjadi. Karena Tuhan mau manusia belajar. :)

Yah, kalau Tuhan sebegitu pedulinya dengan rambut saya, Dia akan lebih peduli lagi dengan hati saya.

If God does care so much about my hair, HE will care a LOT more about my heart.
 
Kenapa banyak kejadian buruk, kehilangan, kesedihan, rasa marah, bencana yang Tuhan ijinkan terjadi di kehidupan saya? Karena Tuhan mau saya belajar.
Tuhan mau saya mengandalkan Dia.
Saya belajar untuk percaya kedaulatan Tuhan dan belajar untuk tidak menuntut jawaban atas semua pertanyaan saya.
Saya belajar percaya Tuhan tanpa mempertanyakan ini dan itu. Seperti domba yang ikut ke mana gembalanya membawa dia. Pusing juga kalau ada domba yang bertanya, "Kenapa mesti ke padang rumput ini? Kenapa mesti air di sungai ini? Air di sungai ini tidak enak, ke tempat lain saja."

Tuhan juga mau saya membagikan pengalaman ini dan menjadi penghiburan buat orang yang mengalami kejadian yang sama. Lagipula, bukan Tuhan yang merancangkan kecelakaan, tapi manusia dengan free will-nya sendiri yang seringkali mendatangkan bencana, seperti bencana rambut rontok saya. Dan manusia banyak yang mengulangi kesalahannya. Dan orang yang melakukan kesalahan yang sama cenderung mengerti orang lain yang melewati pengalaman yang sama dengannya.

Saya mau percaya dan memang percaya kalau saya bisa melihat kebaikan Tuhan lewat penderitaan, trauma batin dan rasa sakit. Kalau saya selalu mengalami yang baik-baik saja, mungkin saya tidak butuh Tuhan.

Jadi, saya tidak cuma melihat Tuhan menyelamatkan jiwa, perasaan, hati dan hidup saya, tapi juga jiwa, perasaan, hati dan hidup orang lain yang punya pengalaman yang sama. Untuk merekalah saya ada. Untuk memperlihatkan KENAPA Tuhan mengijinkan hal-hal buruk terjadi.

Written by VP

May 16, 2011

Kehidupan Ini Perlu Kesabaran

Pada tanggal 10 yang lalu, wawancara yang saya lakukan pada hari itu berbeda seperti yang biasanya, redaksi menginginkan saya pergi mewawancarai seorang penderita penyakit kanker tahap akhir.
Dia adalah seorang guru muda di sebuah desa di pegunungan es. Karena mencintai anak-anak yang berada di atas gunung, dia melepaskan kesempatan bekerja di kota setelah tamat menjadi sarjana.
Tetapi setelah 5 tahun kemudian dia  menderita penyakit kanker hati. Mendengar dia masih mengajar sekelompok anak-anak yang tumbuh di pegunungan es, saya ingin mensurvei keadaan pengunungan es itu. Karena saya sudah diam-diam memutuskan akan mengubur diri sendiri dibawah salju yang putih di pegunungan es tersebut.
Ketika saya tiba di sekolah kecil dipegunungan es ini, kepala sekolah membawa saya mencari guru muda yang sedang mengajar, melalui jendela kaca saya mengintip ke dalam ruangan kelas, saya sangat kaget, walaupun dia kelihatan kurus, rambutnya agak acak, tetapi penampilannya sama sekali tidak sama dengan orang yang sakit, dia tersenyum dengan cerah dan terlihat sangat tegar.
Ketika lonceng istirahat berbunyi, dia dengan murid-muridnya dengan gembira keluar dari ruang kelas, saya mengangkat kepala memandangnya, dia tersenyum dengan hangat kepada saya. Dia memiliki sepasang mata yang seperti lautan yang luas, begitu tenang dan dalam.
Setelah selesai wawancara, dia menemani saya melihat gunung es, memandangan ke salju putih digunung es tersebut, perasaan saya menjadi trenyuh.
“Apa yang terjadi denganmu?”
Lengannya yang kurus dengan simpati merangkul kebahu saya, di lengan bajunya saya lihat ada bekas kapur tulis.
“Disini sangat damai, alangkah baiknya jika dapat berbaring di sini berubah menjadi salju.”
Saya dengan sekuat tenaga menahan air mata yang sudah akan menetes sejak lama, di dalam hati merasa sangat menderita. Dia memandang ke saya, seperti memikirkan sesuatu.
Setelah dua hari pulang ke rumah dan telah menyelesaikan artikel saya, hati saya kembali dirundung kesepian dan kesedihan, kesedihan karena masalah perceraian,  percecokan yang melelahkan yang tidak berkesudahan dan kesedihan karena putus asa.
Dengan hati kacau saya mengemas pakaian untuk perjalanan, saya membawa mantel merah kesukaan saya dan buku harian yang selama ini menemani saya. Selamat tinggal segalanya, hidup ini demikian susah, saya ingin menghabiskan hidup saya diatas pengunungan es meninggalkan dunia yang fana dan sumber kesengsaraan ini.
Ketika saya melangkahkan kaki keluar rumah, telepon dirumah berbunyi sudah sangat lama, saya membalikkan badan masuk kedalam rumah dengan tangan gemetar saya mengangkat telepon, diseberang sana terdengar suara seorang anak perempuan sedang berbicara, “Apakah engkau adalah tante Xihong?”.
“Benar, saya sendiri, ini dari siapa ya?”
“Saya adalah murid dari guru Zhangzhi, dia memberi saya 10 yuan dan sepucuk surat, dia memesan kepada saya harus segera mengirim surat dan menelpon ke tante, saya menghabiskan 3 jam untuk berjalan ke kantor pos di kaki gunung mengirim surat dan akhirnya  telepon tersambung juga…”
“Bagaimana dengan Zhangzhi?”
“Dua hari yang lalu dia sudah pergi… “Sambil menangis anak perempuan ini berkata, “Sebelum dia meninggal dia berpesan kepada saya, bahwa dia melihat kesedihan yang mendalam di wajahmu, walaupun dia tidak tahu kesedihan apa yang terjadi padamu, tetapi dia menyuruh saya menyampaikan kepadamu, harus hidup dengan tabah dan membuat diri sendiri gembira, ini adalah pesan terakhirnya dia menginginkan engkau mengabulkan pesan terakhirnya.”
Mata saya bagaikan buta dengan penuh air mata saya terduduk di lantai menangis dengan sedih. Zhangzhi, seseorang yang sudah akan meninggalkan dunia ini masih teringat kepada saya yang hanya satu kali bertemu dengannya. Dia sudah pergi, tetapi dia telah menyelamatkan seseorang yang ingin menguburkan diri sendiri di pegunungan es.
Seminggu kemudian, saya menerima sepucuk amplop surat terakhir darinya. Di dalam amplop ada sebuah lukisan cat air, didalam lukisan terdapat pegunungan es dengan salju yang putih, di pegunungan salju yang sepi ini ada sehelai selendang berwarna merah, di atas selendang ada sepasang mata sedang memandang.
Dibawah lukisan cat air ini terdapat tulisan, “Engkau adalah sebuah bendera di atas salju, saya adalah sepasang mata hitam yang memperhatikan jalan hidupmu, kehidupan yang indah ini memerlukan kesabaran. Harus selalu tabah, tenangkan batinmu, dari temanmu Zhangzhi.”
Air mata menetes tanpa berhenti dari mata saya, batin yang tertekan serta yang sudah lama kehilangan cinta tiba-tiba terbuka, gelombang panas serasa mengalir dengan deras melalui pembuluh darah saya. Saya membingkai foto ini dengan bingkai warna putih gading dan mengantungnya di dalam kamar tidur saya.
Mereka memancarkan cinta kasih yang tanpa pamrih, sehingga membuat hati saya yang telah lama beku kembali memancarkan cahaya kasih dan ketegaran. Hadiah dari mantan sahabat muda berusia 26 tahun yang menjadi guru disekolah dasar di pengunungan es, yang mempunyai sepasang mata bagaikan lautan yang dalam mempunyai vitalitas dan keceriaan hidup, dialah yang mengajarkan kepada saya pada saat hati saya bagaikan es yang membeku di pegunungan berubah menjadi hangat dan penuh vitalitas.
Benar temanku!
Hidup yang penuh keceriaan ini perlu kesabaran, kesabaran dan bertahan dapat menempah hidup ini menjadi lebih tegar, lebih gembira, dengan demikian kita bisa menguasai ketenangan batin dengan tangan kita sendiri. (Erabaru/hui)

Menggapai Kebahagiaan

Saya pernah mendengar cerita dari seorang tua : Ada seseorang yang sangat beruntung, dia mendapatkan sebutir mutiara yang besar dan cantik, tetapi dia sendiri tidak merasa puas, karena diatas mutiara tersebut terdapat sebuah noda hitam kecil.
Dia lalu berpikir jika dia bisa menghilangkan noda hitam kecil ini, maka mutiara ini akan sangat sempurna yang akan menjadi mutiara yang paling cantik dan paling sempurna di dunia ini.
Dia memutuskan menguliti lapisan teratas mutiara tersebut, tetapi noda tersebut tetap ada, lalu dia menguliti lapisan kedua dia berpikir sekali ini pasti noda tersebut akan hilang, tetapi kenyataannya noda tersebut masih ada, lalu dia terus mengkuliti selapis demi selapis, sampai lapisan terakhir, benar saja noda tersebut telah hilang tetapi mutiara tersebut juga ikut hilang.
Akhirnya orang tersebut hatinya sangat sakit dan menyesal, karena sakit hati terakhir dia jatuh sakit dan tidak pernah sembuh lagi, ketika dia akan meninggal dengan menyesal dia berkata kepada keluarganya, “Jika dahulu saya tidak peduli kepada noda kecil tersebut, sampai sekarang saya pasti masih dapat mengelus mutiara yang besar dan cantik tersebut".
Teringat kepada cerita ini, saya masih mempunyai sebuah cerita. Beberapa waktu yang lalu, setiap senja saya mempunyai kebiasaan setiap hari berjalan-jalan ke tepi laut, oleh sebab itu saya sering bertemu dengan sepasang suami istri yang sudah beruban, mereka berdua akan duduk berdampingan dengan tenang disebuah kursi memandang ke laut.
Mereka berdua selalu duduk dengan tenang tanpa berkata sepatah katapun, tetapi di wajah mereka selalu tergantung senyum yang ramah, kelihatan mereka bagaikan sebuah lukisan yang bahagia dan damai.
Pada suatu hari, karena penasaran saya berjalan ke dekat mereka dan bertegur sapa dengan mereka, “Kalian juga suka melihat laut ya?”
Kakek itu memandang ke arah saya sambil menganggukkan kepala sambil tersenyum mengiakan, kemudian dia menunjuk ke nenek disebelahnya, pada saat ini saya menyadari bahwa kakek tersebut adalah seorang yang tunarungu, sedangkan istrinya adalah seorang yang buta.
Pada saat ini  saya merasa sangat malu dengan sapaan saya, tetapi di wajah kedua kakek dan nenek ini tidak ada sedikitpun rasa tidak gembira, sebaliknya, dia dengan nada lembut dan jujur berkata kepada saya, “Benar, kami berdua sering datang ketempat ini 'melihat' laut. Engkau tentu merasa heran, sebenarnya jika di hati nurani kami tidak ada merasa cacat, kami berdua tetap menjadi orang yang normal. “
Mungkin, sejak saat itu, dari sepasang kakek nenek cacat yang ramah ini saya menyadari apa yang menjadi tolak ukur kebahagiaan. Kebahagiaan sejati, sebenarnya bukan kita menempuh marabahaya untuk menyelamatkan belahan hati kita, jangan dengan sengaja mencari noda atau kekurangan pihak lain lalu berusaha dengan segenap cara menghilangkan noda tersebut, tetapi kita akan berusaha menggenggam dengan baik mutiara yang berada ditangan kita, belajar memahami, menerima kekurangan masing-masing, dengan demikian akan mendapatkan kebahagian yang sejati. (Erabaru/hui)

Tuhan Memiliki Jawaban Yang Positif

Ketika kapal karam, hanya dia sendiri yang selamat, hidupnya tergantung kepada sebuah papan besar akhirnya dia dihanyutkan oleh ombak dan terdampar disebuah pulau terpencil yang tidak berpenghuni.
Setiap hari dia berdoa kepada Tuhan supaya ada menyelamatkan dia dan dapat kembali pulang ke rumahnya.
Setiap hari dia memandang ke laut, mengharapkan ada kapal yang lewat yang bisa menyelamatkan dia, tetapi yang terlihat hanyalah laut dan langit saja apapun tidak terlihat lagi.
Kemudian, ia memutuskan untuk mempergunakan papan yang membawanya ke pulau itu, membangun sebuah pondok kayu sederhana untuk melindungi dia dalam lingkungan yang berbahaya ini untuk bertahan hidup, dan untuk menyimpan sedikit hartanya
Tetapi suatu hari ketika dia pulang dari mencari makanan, dia melihat pondok kayunya terbakar, api sangat besar dan asap membumbung tinggi ke langit, dalam sekejap pondok kayunya habis terbakar.
Yang paling menyedihkan adalah sedikit hartanya juga turut terbakar habis menjadi abu, dalam kesidihan dia berteriak ke langit, “Oh Tuhanku! Kenapa engkau melakukan semua ini terhadapku?”
Pada saat itu airmata mengalir dengan deras dari matanya.
Keesokkan harinya, dia dibangunkan oleh suara mesin kapal yang mendarat ke pulau kecil ini, benar, ada orang yang datang menyelamatkannya.
Setelah naik keatas kapal, dia bertanya kepada kapten kapal, “Kenapa kalian tahu saya berada ditempat ini?”
“Karena kami melihat sinyal asap minta tolong.” Kapten kapal menjawab.
Manusia ketika menghadapi kesulitan mudah tertekan, namun walaupun menghadapi kesulitan dan penderitaan yang sebesar apapun, tidak boleh kehilangan iman, karena Tuhan senantiasa didalam hati kita melakukan hal-hal yang menakjubkan. (Erabaru/hui)